Sawit di lahan gambut Rawa Tripa Aceh

Perambahan Hutan di Aceh; potret kehidupan masyarakat

Pembakaran lahan untuk mengusahakan kebun merupakan hal yang umum terjadi. Selain murah dan praktis, pembakaran juga dianggap dapat meningkatkan kesuburan lahan kebun

Penambangan Tradisional di Aceh

Sebuah tantangan untuk menghidupi keluarga. Daerah kerja yang berat dan resiko kerja yang tinggi. Perlu sebuah pembinaan agar penurunan kualitas lingkungan tidak terjadi begitu besar. Dan dapatkah kegiatan ini menjadi usaha ekonomi yang lestari?

Cendana Aceh

Cendana Aceh ini dalam bahasa pemasaran masuk dalam kelompok 'cendana jenggi'. Berbeda dengan Cendana NTT (,Santalum album, yang memiliki aroma khas yang kuat, cendana jenggi beraroma kurang kuat, namun memiliki peluang ekspor yang besar untuk pasar Cina dan Timur Tengah. Perlu pengembangan oleh pemerintah daerah

This is

Go to

Tampilkan postingan dengan label REDD GRK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label REDD GRK. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 November 2009

Dasar – Dasar Pemahaman tentang Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) Studi Kasus: Pilot project REDD ACEH (1)

Pengantar singkat

Deforestasi merupakan salah satu pemicu utama perubahan iklim selain peningkatan penggunaan minyak bumi, batubara, bahan fosil lainnya serta polusi yang selama ini terjadi di negara maju dan negara berkembang. Diperkirakan sekitar 18 persen dari emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari deforestasi dan degradasi hutan, merupakan penyebab kedua setelah sektor energi.

Isu pengelolaan iklim internasional menganggap perlu memasukkan mekanisme skenario untuk ’pengurangan emisi’ dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang (Reducing Emissions from Deforestasion and Forest Degradasion in developing countries; REDD)

Istilah Deforestasi dan Degradasi hutan sering digunakan terbalik-balik. Sebagai acuan, Deforestasi adalah berubahnya tutupan lahan hutan menjadi ’bukan hutan’ atau alih fungsi secara permanen. Misal, konversi hutan menjadi kebun rakyat, kebun sawit, pemukiman. Sementara ’Degradasi Hutan’ adalah penurunan kualitas tutupan hutan, sementara kondisinya tetap sebagai hutan.

Kesiapan Tata-kelola (Governance) REDD untuk Program Rintisan – Kemitraan.
Proses umum prosedur REDD;

  • Menetapkan kesepakatan tentang ‘definisi hutan’ secara ekologi, dan hukum)
  • Menetapan lingkup rujukan, termasuk termasuk Perumusan rona-awal (baseline): (1) luas hutan (nasional); (2) rasio luas hutan daerah vs. nasional; (3) laju deforestasi dengan tahun rujukan tertentu; (4) status degradasi hutan; (5) masalah sosial ekonomi penyebab maupun akibat deforestasi; (6) scenario mengatasi masalah pengelolaan.
  • Menyusun proposal REDD
Landasan Normatif Pengembangan Proyek REDD Aceh

Amanah UUPA (Undang - Undang RI No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh

Pasal 149 - Bag. Perencanaan Pembangunan dan Tata Ruang
(1) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan tata ruang, melindungi sumberdaya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
(2) Pemerintah, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban melindungi, menjaga, memelihara, dan melestarikan Taman Nasional dan kawasan lindung.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengelola kawasan lindung untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekologi.

Pasal 156 - Pengelolaan Sumber Daya Alam
(1) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan kegiatan usaha yang dapat berupa eksplorasi, eksploitasi dan budidaya.
(3) Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan Pembangunan berkelanjutan.
(4) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah Aceh dapat:
a. Membentuk badan usaha milik daerah; dan
b. Melakukan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Negara.
(5) Kegiatan usaha yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, badan usaha swasta lokal, nasional, maupun asing
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) berpedoman pada standar, norma dan prosedur yang ditetapkan Pemerintah
(7) Dalam melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5), pelaksana kegiatan usaha wajib mengikutsertakan sumber daya manusia setempat dan memanfaatkan sumber daya lain yang ada di Aceh.

Ditulis oleh Mtq, diedit oleh KLA

Rabu, 09 September 2009

Taksiran Cakupan Lokasi Proyek Perdagangan Karbon Ulu Masen

Rencana kawanan hutan Ulu Masen dijadikan areal untuk uji coba proyek perdagangan karbon (REDD) lumayan luas, lebih 700 ribu hektar dann terdiri atas hutan produksi, hutan lindung, dan kawasan budidaya luar kehutanan. Bagi kita orang awam dengan kawasan hutan, bingung membayangkan daerah mana saja yang masuk dalam lokasi REDD. Secara gamblang, lokasinya meliputi sebagian daerah kecamatan berikut:

  1. Aceh Barat = Kecamatan Sungai Mas, Kaway XVI dan Pante Ceureumen,
  2. Aceh Jaya = Kecamatan Teunom, Panga, Krueng Sabee, Setia Bakti, Sampoiniet dan Jaya
  3. Aceh Besar = Kecamatan Darul Imarah, Darul Kamal, Indrapuri, Kota Jantho, Kuta Cot Glei, Kuta Malaka, Lembah Seulawah, Lhoong, Leupong, Lhok Nga, Seulimum, Simpang Tiga dan Suka Makmur
  4. Pidie = Kecamatan Bandar Dua, Delima, Geumpang, Geulumpang Tiga, Mane, Mila, Padang Tiji, Sakti, Tangse, Tiro, dan Kemala
  5. Pidie Jaya = Kecamatan Meurah Dua, Bandar Baru, Meureudu, Trieng Gadeng dan Ulim

Minggu, 06 September 2009

Daftar Proyek REDD di Indonesia

  1. MERANG REDD PILOT PROJECT (MRPP) in Musi Banyuasin, South Sumatera; 150,000 ha; Inititated by the GTZ, Mo Forestry, Provincial Govt, MUBA District, http://www.merang-redd.net/
  2. Ulu Masen project in Aceh; 750,000 ha, facilitated by Flora Fauna International (FFI)
  3. Kampar project in Riau; 400,000 ha, Leaf Carbon Ltd. and APRIL/RAPP
  4. Kuala Kampar project in Riau; 700,000 ha, WWF
  5. Tesso Nilo in Riau, 50,000 ha, WWF
  6. Harapan Rainforest in Muara Jambi-Jambi Province; 101,000 ha; Burung Indonesia, RSPB, Birdlife
  7. Berbak in Jambi; 250,000 ha; ERM, ZSL, Berbak National Park
  8. Kapuas Hulu and Ketapang in West Kalimantan; 157,000 ha; FFI, PT. Mcquirie Capital
  9. Central Kalimantan; 50,000 ha, Infinite Earth
  10. KFCP in Cetral Kalimantan; 340,000 ha; Government of Australia
  11. Katingan in Central Kalimantan; area....... ha; Starling Resources
  12. Mawas PCAP in Central Kalimantan; 364,000 ha; BOS, Govt of Netherland, Shell Canada
  13. Sebangau National Park in Cetral Kalimantan; 50,000 ha; WWF, BOS, Wetlands Intl, Care Intl
  14. Malinau in East Kalimantan; Global Eco Rescue, INHUTANI II, District Govt of Malinau
  15. Berau in East Kalimantan; 971,245 ha; TNC, ICRAF, Sekala, Mulawarman Universitiy, WInrock Intl, Univ of Queensland
  16. Heart of Borneo Kalimantan; 22 million ha; WWF
  17. Poigar in North Sulawesi; 34,989 ha; Green Synergies
  18. Mamuju in West Sulawesi; 30,000 ha; Keep the Habitat, Inhutani I
  19. Mimika and Memberamo in Papua; 265,000 ha; New Forest Asset Mgt, PT. Emerald Planet
  20. Jayapura in Papua; 217,634 ha; WWF
  21. Merauke-Mappi-Asmat in Papua; ……ha; WWF
Source: karbon

Semua daftar proyek diatas diinisiasi / diimplementasikan dalam skema perdagangan karbon sukarela ataupun masih dalam tahap uji oba. Pelaksanaannya dilakukan sebelum adanya Keputusan Menteri Kehutanan tentang REDD nasional. Masih banyak kajian yang diperlukan untuk perbaikan pelaksanaan REDD, terutama proyek REDD Ulu Masen di Aceh.

Minggu, 23 Agustus 2009

Emisi Karbon Dunia dan Research Kita


Karton diatas diambil dari situs University of California San Diego, Amerika. Isinya menggambarkan hubungan antara negara-negara maju (utara) dengan negara-negara berkembang (Selatan)dalam hal penanganan emisi karbon dunia.

Karbon dunia. Artinya ada satu dunia yang mesti kita (manusia) benahi. Jika dibagi, maka ada dunia utara dan dunia selatan. Jika ditelusuri data-data faktualnya, emisi dari dunia utara jauh lebih besar dari dunia selatan untuk memenuhi standar dan gaya hidup. Belum lagi dengan membandingkan data CARBON FOOTPRINT dari negara maju dengan negara berkembang.

Kartun ini merupakan gambaran dan sindiran atas ketidakadilan, dan tidak seluruh lapisan masyarakat negara maju mendukung ketidakadilan ini, terutama ilmuwan. Berbeda halnya dengan politisi karena kebijakannya dipengaruhi oleh lobby bisnis.

Bisnis tetap nomor satu, lingkungan global berada pada nomor - nomor berikutnya. Sebagai contoh, walau telah didesak oleh berbagai pihak untuk mengurangi polusi industrinya, pemerintah Amerika mengisyaratkn akan mulai membatasi total polusi dari industrinya mulai tahun 2050. Selama sebelum tahun 2050, penekanan laju pertambahan emisi dunia akan dilakukan dengan berbagai mekanisme, termasuk REDD yang salah satunya sedang dirintis di Ulu Masen, Aceh.

Walau mekanisme REDD lebih menguntungkan bagi negara pemilik hutan dan lahan non hutan dibanding mekanisme Clean Development Mechanism (CDM) masih ada hal yang mengganjal jika ditinjau dari:

  • Alternative ekonomi dan finansial terhadap penggunaan kawasan hutan/lahan untuk kegiatan produktif lainnya.
  • Besaran nilai kompensasi. Emisi karbon yang diserap oleh hutan/tanaman, bukan hanya dari kemampuan serapan karbon diatas tanah, tapi juga dari bagian akar ke bawah.
Sementara itu, negara maju sedang dan akan terus mengembangkan teknology ramah lingkungan ataupun teknologi hemat energy. Saat teknology ini telah dapat diluncurkan ke pasar dunia secara masal dengan harga yang 'murah' (setelah mengeluarkan polusi), kemungkinan akan muncul kampanye politik yang baru berupa:
Kewajiban menggunakan teknology ramah lingkungan atau hemat energy dengan standar tertentu. Jika negara berkembang tidak mampu menyediakan, maka diwajibkan untuk 'membeli' denan mekanisme tertentu. Akhirnya gambaran hubungan Utara-Selatan tetap seperti kartun diatas, hubungan tuan bertopi dan buruh.

Apa hikmah yang perlu diambil??

Pemerintah perlu memberi perhatian yng lebih serius dalam emisi karbon dan mengembangkan research dan sosialisasi energy ramah lingkungan dan teknology hemat energy. sayangnya... kegiatan research indonesia sepertinya tidak tertata dengan baik.

Jumat, 21 Agustus 2009

Pro Kontra REDD

Beberapa Slide tentang rencana dan implementasi REDD

Gambaran pertemuan membahas REDD.
'serangan' dari Friend of Earth


Ada yang tahu atau punya slide pentingnya implementasi REDD di Ulu Masen?
Berikut adalah Slide presentasi tentang REDD dan kaitannya dengan pengelolaan hutan Indonesia



Slide presentasi tentang REDD dari PBB



Debat REDD Pengurangan Emisi

Apa REDD?, bagaimana mekanismenya?, pro dan kontranya? masih menjadi perdebatan.

Beberapa video yang direkomendasikan untuk menambah wawasan tentang pengurangan emisi dari deforestasi dan forest degradation:

Video tentang teory pengurangan emisi dan solusi internasional dipresentasikan di salah satu universitas Australia.



Video 'carbon offset' sebagai sebuah 'penipuan' (fraud or scam)

http://www.youtube.com/watch?v=6BEPUxE2uIw&feature=related



Gugatan penduduk asli (indigenous people) dari belahan utara terhadap REDD dapat dilihat di sini

Perubahan Iklim Benar atau Tidak?

Isu Peruabahan Iklim (Global Warming) sudah relatif lama namun masih menjadi perdebatan secara ilmiah. Pendukung global warming genar memberikan bukti dan kampanye atas indikasi perubahan iklim, sementara penentang issue juga memberi argumen bahwa perubahan iklim merupakan proses alamiah seperti yang telah terjadi jutaan tahun lalu.

Berikut adalah presentasi video 'pendukung' dan diikuti dengan video 'penentang'.

Anda dukung yang mana?




Kamis, 20 Agustus 2009

REDD: Dasar issue, Apa, Mengapa dan Bagaimana

Istilah ‘REDD’ telah banyak diperbincangkan dalam lingkup tertentu untuk pengelolaan sumberdaya alam, lingkungan dan diskusi pengambilan kebijakannya. Bahkan ada yang bilang jika ‘REDD’ ibarat ‘gadis seksi’ karena menjadi bahan rebutan untuk ‘mengurusinya’.

REDD bukanlah ‘komoditi issu managemen’ yang mudah untuk diurusi dan diimplementasikan. Dari segi latar belakang kemunculannya saja, REDD sudah pelik, karena dilatarbelakangi isu perubahan iklim dunia dan tarik menarik kepentingan antara Negara maju (penghasil polusi tinggi) dan Negara pemilik hutan (yang umumnya negara miskin atau berkembang).

Untuk ikut dalam skema kegiatan REDD, pengambil kebijakan dan operator perlu mengetahui konsep dan implementasi REDD secara utuh.

Tahapan-tahapannya adalah:
  1. Memahami konsep Perubahan Iklim (apa arti perubahan iklim, apa penyebab – penyebab ya, bagaimana dampaknya, dan cara mengantisipasinya). Dalam tinjauan alamiahnya, Perubahan Iklim sangat dikaitkan dengan keberadaan hutan, sehingga inti bahasan dalam REDD juga berkaitan dengan keberadaan hutan, pengurangan emisi dari pegurangan tutupan hutan dan degradasi kualitas hutan (REDD).
  2. Memahami framework umum tentang REDD, termasuk carbon accounting, monitoring, aliran dana, dan kebijakan.
  3. Memahami skala projek REDD, apakah lingkup kecil, kabupaten, provinsi, atau nasional. Masing – masing skala implementasi akan memiliki persyaratan dan target hasil yang berbeda, termasuk prosedur penilaian. Didalamnya termasuk juga tentang standard-standard yang telah ditetapkan ataupun yang sedang diperdebatan dalam rangka pengurangan laju kerusakan hutan.

Rumit dah… tapi bukan berarti ga bisa.

Senin, 20 Juli 2009

Peraturan Menteri Kehutanan baru dalam REDD Indonesia.

Pelaksanaan implementasi skema REDD telah menuai perdebatan karena ketiadaan legislasi nasional tentang REDD. Beberapa isue adalah: Kemitraan pemerintah provinsi/kabupaten dengan perusahaan asing yang merugikan daerah, profit sharing hanya sekitar 30%. Tidak ada posisi formal yang jelas bagi masyarakat adat maupun pedesaan sekitar hutan dalam mekasisme REDD. Tidak ada peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi, Peran yang tidak jelas antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah provinsi/kabupaten, dll.

Sejak dikeluarkannya Permenhut 30/2009, 1 May 2009, beberapa permasalahan diatas telah mendapat payung hukum.

  1. Memungkinkan berbagai pihak untuk mengimplementasikan REDD baik di hutan negara maupun lahan pribadi (Pasal 1,4,9). Ada peluang bagi perusahaan swasta dan masyarakat untuk menjalankan konsep 'hak karbon' (carbon right concept), REDD project di hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi produksi.
  2. Memberi kesempatan pada masyarakat lokal dan masyarakat adat untuk berpartisipasi. (Ps l 4). One step ahead dari Convention of party (COP) terakhir di Poznan, Polandia dimana aliansi masyarakat adat internasional masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan dalam skema REDD global.
  3. Proposal proyek REDD untuk masyarakat adat, Hutan desa, Hutan/lahan milik, harus mendapatkan rekomendasi dan dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten dan Provinsi (art’l 8-10).
  4. Kecuali hutan konservasi, usulan REDD harus direkomendasikan oleh pemerintah provinsi. (art’l 5-7). Artinya, pemerintah kabupaten tidak dapat 'semena mena' mengeluarkan rekomendasi.
  5. Aliran financial yang di dapat dari REDD ditangani oleh pemerintah pusat berdasarkan undang - undang keuangan nasioanl. Untuk kasus Aceh, Point ini akan menjadi bahan yang menarik, mengingat Undang - Undang tentang Pemerintahan Aceh, memungkinkan Aceh untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari luar negeri.

Masih banyak kelebihan dan kelemahan lain. di bahas lain waktu.

Sedang capek banget

Komen aja dulu yach..

Tricky agreement REDD antara beberapa NGO Internasional Amerika dengan Industry Penghasil Polusi

Reduction Emission from Deforestation and Degradation (REDD) atau Pengurangan Emisi dari deforestasi dan Degradasi Lahan bisa saja memiliki spirit yang bagus dalam menjawab tantangan perubahan iklim dunia, namun beberapa pihak masih pesimis menyangkut skema implementasinya. Sebagaimana yang dilansir sebuah situs independen akhir May 2009, beberapa opportunist bergentanyangan. Clik judul untuk ke situsnya.

Beberapa NGO besar Amerika: American Electric Power, Conservation International, Duke Energy, Environmental Defense Fund, El Paso Corporation, National Wildlife Federation, Marriott International, Mercy Corps, Natural Resources Defense Council, PG&E Corporation, Sierra Club, Starbucks Coffee Company, The Nature Conservancy, Union of Concerned Scientists, The Walt Disney Company, Wildlife Conservation Society, and the Woods Hole Research Center- telah meratifikasi kerjasama dan nota kesepahaman dengan industri penghasil polusi besar. 'Kerjasama' ini mengijinkan Industry untuk mendapatkan kredit (bantuan) jika mereka membiayai project konservasi sumberdaya alam -biasanya berhubungan dengan hutan dan lahan. Pada saat bersamaan, industry penghasil polusi tetap diperbolehkan terus mengeluarkan CO2.

Contoh logikanya, Industri membiayai proyek konservasi sebesar $1000, kemudian mendapat kredit karena 'kepeduliannya' dengan REDD dan Climate Change. Saat yang sama, mereka bebas berpolusi untuk meraup keuntungan. Seru!. Belum jelas apakah 'kredit' ini berasal dari 'Cap and Trade' melalui proses bidding (lelang) atau dari kucuran 'kantung' dana REDD. Beberapa NGO tersebut pernah atau sedang beroperasi di Aceh, seperti the Conservation International dan Mercy Corps.

Yang jadi permasalahan;
  1. Ada kemungkinan terjadi 'monkey business', persekongkolan, antara industri trans nasional (TNCs) dengan NGO internsional.
  2. Kawasan hutan negara, bisa secara de facto dikuasai oleh satu lembaga NGO/Industry, a global asset. Pemilik baru membayar $x sementara perusahaan TNC mendapat $xxx and tetap bebas mengeluarkan polusi.
  3. Berdasarkan pengalaman uji coba proyek REDD, sekitar 30-50% uang yang diberikan kepada negara/daerah pemilik hutan/lahan WAJIB digunakan untuk managerial fee, sebagian besar fee tersebut keluar lagi ke negara asing. Ini artinya, pemilik hutan hanya mendapat $1/2x.

Dalam perspektif ekonomi lingkungan teory carbon offsetting, memungkinkan bagi berbagai pihak, baik NGO atau perusahaan, untuk menjual atau membeli 'permit' yang diukur dengan besaran angka kredit. Sehingga, satu industri polluter melakukan semacam pembayaran kompensasi atas pollusi yang dihasilkannya, membeli 'permit' industri lain sehingga 'saingannya' tidak boleh beroperasi melebihi batasan produksi CO2 tertentu. Semuanya permainan ekonomi global. Jangan ikut ikutan jika tidak paham dan tidak punya link kuat di tingkat makelar dunia!.

Untuk selanjutnya, Pemerintah RI dan Aceh perlu menyusun instrumen hukum yang kuat dalam pelaksanaan mekanisme REDD, yang di tingkat dunia pun masih mengalami perdebatan.
Ada ide?